BIOGRAFI IMAM AHMAD BIN HANBALI


BIOGRAFI IMAM AHMAD BIN HANBALI
Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan Bin Abdullah bin bin Anas bin Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzulh bin Tas’labah bin Ukabah bin Sha’b bin Ali bin Bakar bin Wa’il, Imam Abu Abdillah Asy-Syaibani. Demikin pula garis keturunan putra Abdullah.
            Garis keturunan seperti inilah yang dipegang oleh Abu Bakar  Al Khatib dan lainnya.
            Ibnu Abi Hatim berkata,” Shalih bi Ahmad  menceritakan kepada kami, ‘ menemukan dalam kitab bapakku garis keturunannya.’ Lalu dia menyebutkan garis keturunannya sampai ke Mazin. Kemudian dia berkata, “ Ibnu Hudzail bin  Syiban bin  Tsa’labah bin Ukabah.
            Menurutku (Ahmad Muhammad Syakir), “Shalih berkata, ‘ Hudzail bin  Syaiban.’seperti yang Anda lihat adalah keliru. Al Baghawi pernah berkata, ‘Shalih bin Ahmad menceritakan kepada kami; Dzuhl ganti Hudzail’. Begitu pula yang disebutkan oleh Ibrahim bin Ishaq Al Ghasil dari Shalih. Ini menunjukan bahwa kesalahan berasal dari Ibnu Abi Hatim.
            Sedangkan perkataan Abbas Ad-Duri dan Abu Bakar bin Abi Daud bahwa Imam Ahmad adalah dari keturunan Bani Dzuhl bin Syaiban, disalahkan oleh Al Khatib. Dia berkata, “ yang benar adalah dia dari keturunan Syaiban bin Dzuhl bin Tsa’labah.” Dia juga berkata, “ Dzuhl bin Tsa’labah adlah paman Dzuhl bin Syaiban bin Ysa’laban. Oleh karena itu, boleh juga dikatakan: ‘Ahmad bin Hanbal Adz-Dzuhli’. Bahkan Al Bukhari menyebut kedua nasab itu. Dia berkata, ‘ Asy-Syaiban Ad-Dzuhli’.
            Ibnu Makula, sekalipun ahli dalam bidang garis-garis keturunan, namun dia juga keliru. Dia berkata tentang garis keturunan Imam Ahmad, “ Mazin bin Dzuhl binSyaiban bin Dzuhl bin Tsa’laban.” Untungnya tidak ada satu orang pun yang mengikutinya.
            Shalih bin Ahmad berkata, “bapakku pernah berkata kepada ku, aku dilahirkan pada bulan Rabi’ul awaltahun 164 H,.”
            Shalih juga berkata, “ saat masih dalam kandungan, bapakku dibawa dari Marwi. Bapaknya yang bernama Muhammad meninggal dunia di usia muda, yakni pada usia tiga puluh tahun, maka bapakku hanya dipelihara oleh ibunya. Bapakku berkata, ‘waktu masih kecil, ibuku mendidik kedua telingaku dan memasang dua buah anting mutiara di kedua telingaku itu. Sesudah baligh, aku melepaska kedua anting utiara tersebut dan kuserahkan kepada ibuku. Namun di kembali menyerahkannya kepadaku. Akhirnya, kedua anting mutiara itu ku jual dengan harga tiga puluh dihram’.”
            Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dan Ahmad bin Abu Khaitsamah berkata, “Imam Ahmad  dilahirkan pada bulan Rabi’ul akhir.”
            Hanbal berkaya, “Aku mendengar Abu Abdillah berkata,’Aku mempelajari hadits selama tujuh puluh sembilan tahun. Suatu hari seorang laki-laki datang menemui kami dan saat itu aku berada di majlis Husyaim. Lalu dia berkata, ‘Hammad bin Zaid meninggal dunia’.”
Diantara guru-guru Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal adalah Hasyaim, Sufyan bin Uyainah, Ibrahim bin Sa’ad, Jabir bin Abdullah Hamid, Yahya All-Qaththan, Walid bin Muslim, Ismail bin Ulaiyah, Ali bin Hasyim bin Buraid, Mu’tamir bin Sulaiman, Ammar bin Muhammad bin Ukhti Ats-Tsauri, Yahya bin SulaimanAth-Tha’ifi, Ghundar, Bisyr bin Mufadhdhal, Ziyad bin Ibad Al Mahlabi, Ibad bin Awwam, Abdullah Aziz bin Abdushshamad Al ‘Ammi, Muhammad bin Ubaid Ath-Thannafisi, Muththalib bin Ziyad, Yahya bi Abi Zaidah, Qadi Abu yusuf, Waaki’, Ibnu Numai, Abdurrahmn bin Mahdi, Yazid bin Harun, Abdurrazaq, Asy-Syafi’i dan banyank lag.
Diantara orang-orang yang meriwayatkan langsung dari Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal adalah....... sedankan lainnya dengan ada perantar, namun pada riwayatnya... dan... pun ad yang melalui perantaraan.
Diantaranya lagi adalah kedua putra Imam Ahmad, yaitu Shalih dan Abdullah.
Diantar orang-orang yang meriwayatkan dari Imam Ahmad bin Hanbal juga adalah guru-gurunya, yaitu Abdurrazzaq, Hasan bin Musa Al Usyaib dan As-Syafi’i. Akan tetapi bila menyebutkan Imam Ahmad dalam sanad, As-Syafi’i hanya menyebutkan “orang tsiqah,” tidak menyebutkan namanya.
Diantaranya lagi adalah teman-teman imam Ahmad, yaitu Ali bin Al Madini, Yahya bin Ma’in, Duhaim Asy-Syami, Ahmad bin Abil Hawari, Ahmad bin Shalih Al Mishri.
Diantaranya lagi adalah para ulama Angkatan terdahulu seperti Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhali, dua Abu Zur’ah, Abbas Ad-Dauri, Abu Hatim, Baqi’ bin Makhlad, Ibrahim Al Harbi, Abu Bakar Al Atsram, Abu Bakar Al Marruzi, Harb Al Kirmani, Musa bin Harun, Muthin dan banyak lagi, termasuk juga Abu Al Qasim Al Baghawi.
Abu Ja’far bin Dzarih Al Akbari berkata, “ aku menemui Ahmad bin Hanbal untuk bertanya tentang suatu masalah kepadanya. Setelah berada dihadapannya, aku memberi salam kepadanya, seorang syaikh yang menggunakan pacar, bertubuh tinggi dan berkulit hitam itu.”
Khathib berkata, “Abu Abdillah dilahirkan di Baghdad dan tumbuh dewasa  juga menuntut ilmu disana. Kemudian dia merantau ke Kufah, Bashrah, Makkah, Madinah, Yaman, Syam dan jazirah.”
Ahmad berkata, “ Husyaim wafat pada tahun 183 H dan pada tahun itu pula aku pergi menuju Syam. Pada tahun 186 H, aku memasuki Bashrah, kemudian aku memasukinya kembali pada tahun 190 H. Pada tahun 197 H, aku mendengar dari Ali bin Hasyim, kemudian aku kembali lagi kepadanya namun ternyata dia telah wafat pada tahun wafatnya Malik.”
Ahmad juga berkata, “Kami datang ke Makkah pada tahun 187 H yang bertepatan dengan wafatnya Fudhail, tahun 191 H dan tahun 196 H, lalu aku menetap di Makkah pada tahun 197 H. Pada tahun 198 H, aku keluar Makkah dan menetap bersama Abdurrazzaq pada tahun 199 H.
Aku melakukan ibadah haji sebanyak lima kali, tiga kali di antaranya dengan jalan kaki. Pada salah satu haji tersebut aku hanya mengeluarkan biaya sebanyak tiga puluh dihram. Seandainya waktu itu aku memiliki lima puluh dihram, pasti aku akan pergi menemui Jabir bin Abdul Hamid.”
Ahmad berkata lagi, “aku melihat Ibnu Wahb di Makkah namun aku tidak sempat menulis darinya.”
Muhammad bin Khatim berkata. “ kakek Imam Ahmad bin Hanbal pernah menjabat sebagai gubernur Sharakhsa dan dia termasuk salah seorang da’i. Ada cerita yang menebutkan bahwa kakek Imam Ahmad ini pernah memukul Musayyib bin Zuhairi Adh-Dhabbi di Bukhara, karena menghasut (memprovokasi) para tentara.”
Abbas An-Nahwi berkata, “aku melihan Ahmad bin Hanbal sebagai seorang yang berwajah tampan, bertubuh sedang, sering memakai pakaian kasar berwarna putih, bersorban dan memakai saryng.”
Hanbal berkata, “Aku mendengan Abu Abdillah berkata, ‘aku pergi untuk mendengar dari Ibnu Al Mubarak, namun aku tidak menemukannya. Dia memang datang namun tak lama kemudian pergi ke Staghaar. Oleh karena itu, aku tidak sempat mendengarnya atau sekedar melihatnya.”
Arim Abu Nu’man berkata, “Ahmad selalu menitipkan uangnya kepadaku. Dia sering datang dan mengambi seperlunya dari uang tersebut untuk biaya hidup. Pada suatu hari, aku berkata kepadanya, ‘ Hai Abu Abdillah, aku dengar kamu dari keturunan Arab?’ Dia menjawab, ‘ Hai Abu Nu’man, kami adalah orang-orang miskun.’ Dia terus menolak mengakui apa yang ku dengar sampai akhirya dia keluar dan tidak sepatah katapun yang dia ucapkan kepadaku.”
 Shalih berkata, “ bapakku bertekat untuk pergi ke makkah dan mengikuti Yahya bin Ma’in. Bapakku berkata, ‘kami akan pergi haji, lalu kami akan pergi ke Shan’a menemui Abdurrazzaq.
Bapakku berkata, ‘Kamipun pergi hingga memasuki Makkah ternyata saat itu Abdurrazzaq yang Yahya mengenalnya, sedang melakukan thawaf, kai melakukan thawaf, baru kemudian menemuinya. Yahya memberi salam kepadanya dan berkata; ini adalah saudaramu Ahmad bin Hanbal.
Dia berkata, ‘semoga Allah memanjangkan umurnya. Aku telah mendngar semua tantangannya. Semoga allah menetapkannya seperti itu.’ Kemudian dia berdiri dan pergi
Ketika itu Yahya berkata, ‘Kenapa kamu tidak membuat janji dengannya?’ Aku menolak dan berkata, ‘Aku tidak pernah akan merubah niatkumuinya
Kemudian bapakku pergi ke Yaman ( Sha’s) untuk menemui Abdurrazzaq dan mendengarkan sejumlah kitab darinya, bahkan jumlahnya tidak terhitung banyaknya.

AL MASH’AD AL AHMAD FI KHATMI MUSNAD AL IMAM AHMAD
(Renungan tentang Imam Ahmad dalam Menyelesaikan Al Musnad)
            Syaikh imam Alim Allamah Syamsuddin Abu Al Khair Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Yusuf bin Al Jazari  – semoga Allah Merahmatinya-, komentator penutup musnad imam agung, luas pengetahuan seorang tokoh, abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Asy-Syaibani –semoga Allah melimpahkan rahmat dan keridhaan kepadanya- di Masjidil Haram pada hari kamis, 11 Rabi’ul Awal 828 H berkata, “aku memuji kepada Allah yang telah memberikan kebahagiaan dengan adanya riwayat hadist dan memunculkannya. Aku bersaksi tidak ada tuhan melainkan Allah, hanya Dan tidak ada sekutu bagiNya. Sebuah kesaksian  yang dengannya orang yang bersaksi akan beruntung.
            Aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Utusannya, pemimpin makhluk, kekasih Allah, pembuka segala kebaikan, penutup para nabi, Muhammad SAW, semoga Allah memberikan shalawat kepada beliau, keluarga dan para sahabat beliau, serta memuliakan juga mengagungkan beliau.
            Ketika Allah memberikan nikmat dan membukakan jalan terbaik kepada kita, juga memudahkan mendengarmusnad mulia mesnad al-Imam Ahmad dan setelah aku menyelesaikan membacanya di tanah Haram, aku berfikir untuk menulis sebuah katapenutup yang baik danmencantumkan apa yang kami dengartentang keutamaan Al-Musnad juga keutamaan penyusunnya, selain menyebutkan tentang sanadku kepadanya, tentang orang yang diperdegarkan riwayat darinya dan tentang yang mendengarkannya secara langsung.
            Al Musnad yang penuh berkah dan tidak ada satu pun buku tentang hadits yang lebih tinggi darinya in disampaikan kepadaku oleh sejumlah syaikh, baik secara dengar ( mendengar langsung darinya) maupun secara ijazah ( gurunya membacakan hadits lalu memberikan izin kepadanya untuk menyampaikan hadits tersebut kepada orang lain), namun yang kupegang adalah apa yang ku dengar secara langsung lagi sanadnya bersambung.
Sedangkan Al Musnad dan tambahan-tambahan dari Abdullah bin Ahmad  dan Abu Bakar Al Qathi’i diriwayatkan kepadaku seorang syaikh yang shalih lagi mumpuni, perantauan, pengumpulan sanad dan yang menggabungkan cucu dengan kakek ini; Imama Shalahuddin Abu Abdillah dan Abu Umar Muhammad bin Syaikh Shalih Alim Taqiyuddin Abu Al Abbas Ahmad bin Syaikh Izzuddin Ibrahim bin Syaikh Abdullah bin Syaikh Islam Abu Umar Muhammad bin Ahmad bin  Qudamah bin Nashr Al Maqsidi Al Hanbali –semoga Allah merahmatinya-, baik secara baca  ( aku membacadi hadapannya) maupun secara mendengar langsung darinya di beberapa tempat. Berawal dari bulan-ula ditahun 770 H dan berakhir di tahin 777 H, di Shalihiah pusat kota Damaskus. Juga secara ijazah jika pendengaranku tidak jelas, jika memang ada yang tidak jelas.
Aku pernah bertanya kepadanya, “Benarkah seluruh Al Musnad dari riwayat putranya Abdullah, tambahan putranya Abdullah dari riwayat selain bapaknya dan tambahan Al-Qathi’i, yaitu terdapat dalam musnad kaum Anshar –semoga Allah meridhai mereka semua diriwayatkan kepadamu oleh seorang syaikh, ima, alim, istiqah lagi shalih, Fakhruddin Abu Al Hasan Ali bin Syaikh Syamsuddin Ahmad bin Abdullah Wahid bin Ahmad bin Abdurrahman bin Ismail bin Mansur As- Sa’id Al Maqdisi, yang lebih dikenal dengan Ibnu al Bukhari Al Hanbali –semoga Allah merahmatinya- saat semua itu dibaca di hadapanny dan kamu mendengarnya?” dia menjawab. “Benar”.
Lalu dia berkata, “Syaikh Shalih, istiqah lagi mempunyai banya riwayat bersanad, Abu Ali Hanbal bin Abdullah bin Farj bin Sa’adah Al Wasithi, kemudian Al Baghdadi Ar-Rashafi Al Mukabbir secara baca dihadapannya dan aku mendengar, memberitahukan kepada kami, tokoh syaikh, alim, terkenal shalih lagi pemuka orang-orang yang mempunyai riwayat bersanad di Iraq; Abu Al Qasim Hibatullah bin Muhammad bin Abdul Wahid bin Ahmad bin Abbas bin Hushain Al Azraq Al kitab Asy-Syaibani mengabarkan kepada kami secara dengar, Syaikh ahli hadits lagi alim; Abu Bakar Ahmad bin Ja’far bin Hamdan bin Malik bin Syabib bin Abdullah bin –imam besar, alim, dapat dijadikan lagi hafizh, salah seorang tokoh utama dan memiliki nama besr dikalangan ahlus sunnah-; Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Asy-Syaibani Al Baghdadi menceritakan kepada kami, dia berkata, ‘Bapakku Syaikh Islam Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal menceritakan kepadaku’, lalu dia menyebutkan Al Musnad.’.

KEUTAMAAN PENGUMPULAN HADITS-HADITS DALAM AL- MUSNAD (IMAM AHMAD) DAN BIOGRAFI PARA PERAWI DALAM SANAD KAMI HINGGA SAMPAI KEPADA AHMAD BIN HANBAL
            Imam Ahmad, seorang imam kaum muslimin, imam yang palig zuhud. Syaikh islam, tokoh yang paling utama di masanya, syaikh sunnah, mempunyai jasa bagi umat, Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzulah bin Tsa’labah bin Ukabah bin Du’may bin Jadilah bin Asad bin Rabi’ah bin Nizar bin Ma’id bin Adnan.
            Ada beberapa orang yang keliru. Mereka menjadikannya termasuk anak ketur unan Dzulah bin Syaiban. Padahal sebenarnya dia adalah anak Syaiban bin Dzulah bin Tsa’labah. Dzulah bin Tsa’abah ini adalah paman Dzulah bin Syaiban.
             Garis keturunan Ahmad ini bertemu dengan garis keturunan Rasulullah SAW pada Nizar, sebab Rasulullah SAW adalah keturunan Mudhar, yakni Mudhar bin Nizar, sedangkan Ahmad bin Hanba adalah keturunan Rabi’ah, yakni Rabi’ah bin Nizar, saudara Mudhar bin Nizar.
            Ibunya Ahmad adlah keturunan Syaiban juga, bernama Shfiah binti Maimunah binti Abdul Malik Asy Syaibani, dari Bani Amir. Bapak Ahmad tinggal bersama mereka (Bani Amir) dan menikah dengan putri ereka. Abdul Malik (kakek bnu Ahmad) in Swadah bin Hind Asy-Syaibani termasuk salah seorang tokoh Bani Amir. Sukunya sering dikunjungi orang-orang dari kabilah Arab dan warga sukunya menjamu mereka.
            Ahmad dilahirkan pda tanggal 20 Rabi’ul Awal 164H di Baghdad. Saat masih dalam kandungan, dia dibawa dari Mawi ke Baghdad.
            Hafizh Abu Al Khalih berkta, “Ahmad dilahirkan di Mrwi kemudian dibawa ke Baghdad saat masih bayi.”
            Bapak Ahmad yang berasla dari Bashrah adalah seorang tentara. Dia meninggal dunia dalam usia tiga puluh tahun, saat Ahmad masih kecil. Imam Ahmad berkata, “Aku tidak pernah melihat kakek dan bapakku.”
            Ahmad tumbuh dewasa di Baghdah dan sejak kecil dia sudah sangat antusias terhadap buku. Dia pernah mendengar (riwayat atau ilmu pengetahuan) dari Husyaim, Ibrahim bin sa’ad, Sufyan bin Uyainah, Yahya Al- Qaththan, Ubad bin Ubad dan ulama lain yang sezaman dengannya. Dia juga sempat mendengar di Iraq, Hijaz, Syam dan Yaman.
            Imam bukhari pernah meriwayatkan darinya dan mencantumkan riwayat dari seseorang dari Ahmad dalam Shahih-nya, begitu juga Muslim, Abu Daud, Abu Zur’ah, [bAbu Hatim Ar-Raziyan], Abdullah dan saudaranya Shahih kedua putra Ahmad bin Hanbal dan sejumlah orang lainnya pernah meriwayatkan darinya. Ornag terakhir yang meriwayatkan darinya adalah Abu Al Qasim Al Baghawi.
            Pertama kali Ahmad bin Hanbal mencari riwayat hadits adalah pada tahun 179H, saat dia berusia enambelas tahun.
            Abdullah bin Ahmad berkata, “Aku mendengar Abu Zur’ah berkata, ‘Bapakmu hafal satu juta hadits.’ Ada yang bertanya, ‘Bagaimana kamu bisa tahu?’ Dia menjawab, ‘Aku berduiskusi dengannya, lalu aku kumpulkan berdasarkan bab-bab.
            Abu Ubadillah berkata. “Tokoh ilmu ada enpat. Yang paling faqih dalah Ahmad.” Kembali dia berkta lagi, “ Aku tidak tahu ada yang lebih tahu tentang islam sepertinya.”
            Ibnu Al Madini berkata, “Sesungguhnya Allah menguatkan agama ini dengan abu Bakar Ash-Shiddiq RA pada masa orang banyak yab murtad dan dengan Ahmad bin Hanbal pada masa terjadinya ujian/fitnah.”
            Yahya bin Ma’in berkata, “Demi Allah, tidak ada di bawah langit ini yang lebih faqih daripada Ahmad bin Hanbal dan tidak ada orang seperti Ahmad di timur maupun Barat.”
            Harmalah berkata,”Aku penah mendegar Asy-Syafi’i berkata, ‘ tidak ada orang yang ku tinggalkan di Baghdad yang lebih faqih, lebih wara’ dan lebih alim dari pada Ahmad.”
            Sepeti yang di kunukil dari tulisan Hafizh Adz-Dzahabi, dia berkata’ “ kepemimpinan dalam bidang fiqih, hadits, keikhlasan dan kewara’an ada ditangannya (Ahmad bin Hanbal), bahkan para ulama sepakat bahwa dia adalah orang yang tsiqah, dapat dijadikan pegangan dan juma imam.”
            Hafizh Adz-Dzahabi juga berkata, “dia adalah seorang alim dari Zuhud pada masanya, periwayatan hadits yang mendunia , muti Iraq, tokoh ahli sunnah, orang yang teguh dalam ujian dan hampir tidak ada orang yang sepertinya. Dan juga orang yang terkemuka dalam ilmu dan amal, serta dalam sikap berpegang teguh kepada hadits. Di samping itu dia juga memiliki akal yang cerdas, kejujuran yang kuat, keikhlasan yang teguh, takut juga muraqabah kepada Tuhan Yang Maha Agung lagi Maha Mengetahui, memilki kepintaran, kecerdikan, hafalan dan pemahaman keluasan ilmunya tidak bisa digambarkan dengan kata-kata juga tidak akan tuntas dituturkan dengan mulut ini.
            Hafizh Adz-Dzahabi berkata lagi, “Dia bertubuh sedang dan berkulit kehitaman. Ada juga yang mengatakan bahwa tubuhnya tinggi, sering menggunakan pacar dan jenggutnya berwarna hitam. Dia sering memakai pakaian kasar, sarung dan serban. Sikapnya tenang, berwibawa dan terpancar rasa takut kepada Allah pada dirinya. Semoga Allah meridhoinya.”
            Hafizh Adz-Dzahabi berkata lagi,”Ahmad bin Hnbal meninggal dunia pada hari jum’at, 10 atau 11 Rabi’ul awal 241 H. Dalam usia 77 thun 10hari.”
            Jenazahnya dihantar oleh manusia yang jumlahnya tak terhingga. Sebagian orang memperkirakan bahwa jumlahnya sekitar delapan ratus ribu orang, namun hanya Allah yang lebih mengetahui berapa jumlah sebenarnya.
            Dia berkata lagi.”Apabila kalian melihat orang yang suka berdebat tentang ketuhana maka hindarilh dia.”
            Ibnu Abi Daud berkata, “Musa Abu Imran Al Ashbabani menceritakan kepada kami, aku mendengar Ahmad bin Hanbal berkata, ‘ janganlah kalian duduk bersama orang-orang yang suka bercerita (tentang ketuhanan), sekalipun mereka membela sunnah’.”
            Al Maimuni berkata, “Aku mendengar Ahmad bin Hanbal berkata, ‘berbicara (tentang ketuhanan) selalu menjadi hal yang tercela bagi ahli kebaikan’.”
            ( Ahmad Muhammad Syakir berkata, “larangan kalam (pembicaraan tentang ketuhanan) dan mempelajarinya datang dari begitu banyak jalur (riwayat) dari imam Ahmad juga lainnya.”
Sejarah Hidup Ahmad bin Hanbal
            Al Khallal berkata, “Aku berkata kepada Zuhair bin Shalih bin Ahmad, ‘ apakah kamu pernah melihat kakekmu??’ Dia menjawab, ‘iya dia meninggal dunia saat aku memasuki usia sepuluh tahun, setiap jum’at, aku dan saudara-saudaraku selalu mengunjunginya. Kami hanya dipisahkan oleh sebuah pintu.
            Dia pernah memberi kami buah-buahan, masing-masing mendapatkan dua buah. Buah-buahan iu dia dapatkan dengan menukar perak dalam sebuah sobekan kin kepada seorang penjual sayuran aku pun mengambil dua buah-buahan itu, begitu juga saudara-saudaraku.
            Terkadang aku lewat dihadapannya saat dia duduk di bawah terik matahari dengan punggung telanjang. Aku masih dapat melihat bekas pukulan di punggungnya.
            Aku memiliki seorang adik yang bernama Ali. Suatu hari bapakku ingin mengkhitannya. Diapun membuat makanan dan mengundang orang-orang. Ketika dia hendak mengkhitan adikku itu, kakekku datang dan berkata, ‘Aku mendengar hal baru yang kamu lakukan untuk tujuan ini. Aku mendengar kamu telah melakukan ha yang berlebihan. Mulailah dengan orang-orang fakir dan lemah. Beri makan mereka.,
            Keesokan harinya, tukang bekam (mungkin dia yang mengkhitan) datang ke rumah kami. Tak lama kemudian, kakekku keluar dan duduk di dekat adikku. Lalu kakekku mengeluarkan dua buah bungkusan kecil. Satu bungkusan ia serahkan kepada tukang sunat itu, sedangkan satu bungkus lagi dia serahkan kepada adikku. Selanjutnya dia berdiri dan masuk kedalam rumahnya.
            Tukang sunat itu segera membuka bungkusan dan ternyata terdapat uang satu dirham.
            Kami pernah menanyakan tentng pakaian berwarna yang dia hamparkan saat kecil (adik Zuhair) berada di kursi taman yang agak tinggi. Dia menjawab bahwa hal itu tidaklah mengapa.
            Suatu hari anak bibi kakekku (sepupu kakekku) datang dari khurusan dan tinggal dirumah bapakku. Dia bergelar Abu Ahmad.
            Suatu ketika aku meneui kakekku bersamanya. Tak lama kemudian seorang budak perepan membawa talam yang berisi roti, sayur, cuka dan garam, lalu pergi. Tak lama  kemudian budak perempuan itu kembali lagi dengan membawa mangkuk besar yang berisi daging bakar dan ubi-ubian dan meletakkannya dihadapan kami. Selanjutnya, kami menyantapnya begitu juga kakekku. Sambil makan, kakekku bertanya kepada Abu Ahmad tentang keluarga mereka yang tersisa di Khurasan. Terkadang ada kata-kata yang tidak dimengerti oleh Abu Ahmad, maka kakekku mengulanginya dengan bahasa Persia.
            Setelah itu, kakekku mengambil sebuah talam dismpingnya dan meletakkan dihadapan kami. Ternyata talam itu berisi kurma dan potongan buah kelapa. Kakekku lalu memakannya dan Abu Ahmad pun mengambil makanan tersebut.”
            Abdul Malik Al Maimuni berkata,” bila aku bertanya kepada Abu Abdillah tentang sesuatu, dia selalu menjawab, ‘ Labbaika, labbaik’.” (bentuk sahutan santun yang artinya dia akan segera menjawabnya)
            Al Marrudzi berkata, “Aku tidak pernah melihat orang fakir di disuatu majelis yang lebih dimuliakan dari pada majelis Abu Abdillah, karena dia lebih suak kepada mereka dari pada ahli dunia. Abu Abdillah juga selalu bersikap santun terhadap mereka dan tidak pernah menjawab dengan tergesa-gesa. Dia adalah orang yang sangat rendah hati, tenang dan berwibawa.
            Apabila dia duduk di majelis para pemuda yang waktunya setelah ashar, dia tidak akan berbicara hingga ditanya. Apabila keluar masjid dia tidak pernah terdahulu dan dia selalu duduk di tempat terakhir. (maksudnya, tidak pernak melangkai pundak rang lain).
            Ath-Thabrani berkata bah wa Musa bin Harun menceritakan kepada kami, aku mendengar Ishaq bin Rawaih berkata, “Ketika pergi menemui Abdurrazzaq, Ahmad bin Hanbal kehanisan bekal (biaya). Maka dia menjadikan dirinya sebagai kuli, hingga sampai di Shan’a.ketiks itu, para sahabatnya menawarkan bantuan, namun dia , menolak.”
            Al Faqih Ali bin Muhammad Umar Ar-Razi berkta, “Aku mendengar Abu Umar Ghulam Tsa’lab, aku mendengar Asy-Syafi’i berkata, ‘Di Baghdad, aku melihat tiga keanehan. Pertama, Aku melihat orang Nabthi!. Kedua, aku melihat orang Arab yang –keliru dalam- membaca sehngga sepertinya dia orang Nabthi!. Ketiga, aku melihat seorang pemuda yang tumbuh uban dirambutnya. Apabila dia mengatakan haddatsanaa maka semua orang berkata, ‘Dia benar’.
            Al Mazani berkata: Aku bertanya kepada Asy-Syafi’i, ‘Apa maksudnya?’. Dia menjawab, ‘ Yang pertama adalah Az-Za’farani dan yang kedua adalah Abu Tsur Al Kalbi yang sering membaca keliru. Sedangkan pemuda yang kumaksud adalah Ahmad bin Hanbal’.
            Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata, “aku melihat bapakku merasa tidak nyaman dengan semut-semut yang ada dirumahnya dan dia ingin semut-semut itu keluar dari rumahnya dalam jumlah yang sangat banyak dan setelah iu aku tidak pernah lagi melihat seekor semutpun dirumahnya.”ini diriwayatkan oleh ahmad bin muhammad al lubnani dari abdullah bin ahmad bin hanbal.
            Abu al farj bin al jauji berkata, ’’Saat terjadi banjir pada tahun 554 H, semua buku-buku musnah dan yang selamat hanya satu jilib yang disana terdapat dua buah kertas tulisan imam ahmad.”

Isteri dan Anak Ahmad bin Hanbal
            Zuhair bin Shalih bin Ahmad berkata, “Kakekku menikah dengan ibu bapakku Abbasah Fadhl dari orang Arab Rabadh. Dari isteri ini, dia hanya mendapatkan satu orang anak, yaitu bapakku, kemudian isterinya itu meninggal dunia.”
            Al Marrudzi berkata, “Aku mendengar Abu Abdillah berkata, ‘ibu Shalih tinggal bersamaku selama tiga puluh tahun. Selama itu, kami tidak pernah berselisih paham.”
            Zuhair berkata. “Setelah Abbasah meninggal dunia, kakekku menikah dengan seorang perempuan Arab yang bernama Raihanah. Dari isteri ini, dia hanya mendapatkan satu orang anak yang diberi nama Abdullan.”
            Abu Bakar Al Khallal berkata: Bahwa Ahmad bin Muhammad bin Khalaf Al Baratsi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Abstar menggambarkan kepadaku, dia berkata, “Setelah ibu Shalil meninggal dunia, A’hmad berkata kepada seorang perempuan, ‘pergilah kamu menemui fulanah puteri pamanku dan pinang dia untukku.’
            Perempuan itu berkata. ‘Akupun menemui fulanah tersebut dan menyampaikan hasrat hmad. Ternyata dia menerima. Ketik aku kembali kepada Ahmad, dia bertanya, ‘Apakah saudarinya mendengar perkataanmu?’ Dian bertanya lagi. ‘Perempuan yang memiliki mata satu. Perempuan itu menjawab, ‘iya.’ Ahmad berkata. ‘Kalau beritu, pergilah dan pinang perempuan yang memiliki mata satu.’ Aku pun segera menemuinya dan dia pun menerima. Dialah ibu Abdillah putera Ahmad bin Hanbal.
            Setelah tujuh hari bersamanya. Ibu Abdillah berkata kepada suaminya, ‘Bagaimana pendapatmu, hai anak pamanku? Apakah ada sesuatu yng tidak kamu sukai?’ Ahmad menjawab, ‘Tidak ada, kecuali sandal kamu yang berkeretak (saat dia berjalan)’.”
            Apa yang disebutkan diatas adalah keliru. Ahmad menikah dengan perempuan ini setelah meninggalnya ibu Shalih tidak benar, sebab Abdullah dilahirkan saat Ahmad berusia lima puluh tahun kurang beberapa bulan. Selain itu, Shalih lebih tua dari Abdullah beberapa tahun, sebab Shalih sempat mendengar langsung dari Affan dan Abu Walid.
            Abu Y’qub Al Harawibdan lannya juga menyebutkan bahwa Shalih dilahirkan pada tahun 203H dan saat itu bapaknya berusia tiga puluh sembilan tahun. Dengan demikian, Shalih lebih tua dua puluh tahun dari Abdullah. Allahu a’lam.

Fitnah dan Cobaan yang Dihadapi Ahmad bn Hanbal
            Sejak dahulu kaum muslimin menganut keyakinan ulama tentang al qur’an yakni al qur’an, kalam dan wahyu Allah itu bukan mahluk hingga muncul Mu’tazilah dan jahmiyah pada masakekuasaan Khalifa harun ar rasyid, kelompok yang mengatakan bahwa al qur’an adalah makhluk ini masih tersembunyi.’’ 
             Ahmad bin ibrahim ad-dauraqi meriwayatkan dari muhammad bin nuh bahwa harun ar rasyid pernah berkata.  “aku mendengar bahwa bisyr bin ghiyats berkata. ‘al qur’an itu makhluk. ‘demi Allah jika menemukannya aku pasti akan membunuhnya.”
             Ad-dauraqi berkata. “pada masa pemerintahan ar  rasyid, bisyr tidak berani menampakkan diri. Setelah khalifah ini wafat , baru bisyr barani menampakkan diri dan mengajak kepada kesesatan.”
             Ahmad muhammad syakir berkata,  “al ma’mun sedikit terpengaruh oleh perkataan ini. Dia sering mengadakan diskusi dengan mu’tazilah. Pada awalnya khalifah ini ragu mengajak manusia untuk mengatakan bahwa al qur’an itu bukan makhluk, Namun pada akhhirnya, tepatnya pada hari meninggalnya. Hati khalifah ini mantap untuk melmelakukannya.”)
              Shalih bin ahmad bin hanbal berkata. “bapakku dan muhammad bin nuh dibawa dalam keadaan terikat. Kami mengikuti merieka berdua hingga sampai di sebuah gudang. Sebelumnya di tengah perjalanan, abu bakar al ahwal bertanya kepada bapakku. “Hai abu  abdillah,jika kamu diancam akan dibunuh . apakah kamu ingia memenuhi keinginan mereka? ‘bapakku menjawab, ‘tidak. ‘
               Pada waktu tengah malam, mereka pun kembali dibawa dan saat aku mendengar bapakku berkata.  “sebelumnya kita dibawa ketempat yang luas dan sekarang kita berangkat darinya. ‘
               Pada tengah  malam itu, dtang seorang laki-laki menemui kami dan bertanya. “siapa diantara kalian yang bernama ahmad bin hanbal?’ ada yang menjawab ,’ ini dia.
               Dia lalu berkata kepada unta yang ditungganginya untuk tenang dan berkata. ‘hai kamu. Tidaklah pantas  kamu dibunuh disini, walaupun kamu pasti akan masuk surga.’dia berkata lagi.’aku titpkan kamu kepada Allah.’setelah itu, laki-laki itu pergi.
               Bapakku berkata.’lalu aku bertanya tentang laki-laki tersebut. Ada yang menjawab bahwa dia adalah seorang laki-laki arab dari rabi’ah yang sering melantunkan syair di pedesaan. Namnya jabir bin amir. Dia adlah orang yang baik.’’
               Ahmd bin abil hawari berkata : ibrahim bin abdullah menceritakan kepada kami bahwa ahmad bin hanbal berkata.’’aku tidak pernah mendengar satu kalimatpun sejak aku tertangkap karena fitnah yang lebih kuat dari pada kalimat seorang arab yang berbicar kepadaku di sebuah tanah lapang.dia berkata.”hai ahmad,jika kamu terbunuh karena kebenaran kamu mati sebagai syahid dan jika kamu hidup maka kamu maka kamu hidup sebagai orang terpuji.’ Sungguh kata-kata itu manambahkan kekuatan hatiku’.’’
                Shalih bin ahmad berkata :bapakku berkata.’’ Kami berada di adzanah. Lalu kami berangkat darinya pada tengah malam. Saat pintu dibuka, muncul seorang laki-laki  dan masuk menemui kami. Dia lalu berkata,”bergembiralah!laki-laki itu telah wafat.’’maksudnya adalah al ma’mun bapakku berkata. ‘aku pernah berdoa kepada Allah agar aku tidak melihatnya. “
               Muhammad bin ibarahim al busyanji berkata: ahmad bin hanbal berkata. “aku pernah berdoa kepada Allah agar dia tidak mengumpulkanku dengan al ma’mun dan aku juga berdoa agar tidak pernah melihat al mutawakkil. “
               Kedua doa itu dikabulkan. Ahmad tidak sempat melihat al ma’mun, sebab dia telah wafat di badzandun, nama sebuah sungai romawi saat ahmad masih ditawan di riqqiah, al mu’tashim diangkat mejadi khalifah di romawi.setelah diangkat, al mu’tashim segera pulang dan memulangkan ahmad ke baghdaa.’’
              Ketika ahmad dihadirkan di istana kekhalifahan, al muathawakil hanya duduk di depan lubang  kecil. Dia dapat melihat ahmad, namun ahmad tidak bisa melihatnya.
              Shalih berkata. “ketika bapakku dan muhammad bin nuh sampai di tharsus, keduanya dipuulangkan kembali dengan keadan terikat.lalu ketika sampai di riqqah. Mereka berdua dibawa dengan kapal kapal laut, sesampainya di anat. Muhammad wafat. Rantai pengikatnya pun dilepaskan dan bapakkulah yang  menyolatkanya. “
              Hanbal berkata: abu abdillah berkata.’’aku tidak pernah melihat seseorang walaupun masih muda dan sedikit ilmu namun lebih menegakkan perintah Allah daripada muhammad bin nuh.aku berharap, dia meninggal dunia dalam kebaikan.
              Suatu hari, muhammad bin nuh pernah berkata kepadaku. ‘hai abu abdillah,AllahAllah,kakmu tidak sepertiku. Kamu adalah seorang laki-laki yang dijadikan panutan. Semua makhluk datang kepadaamu demi mendapatkan ilmu darimu.oleh karena itu, takutlah kepada Allah dan tetaplah diatas perinta Allah.’saat dia wafat, aku menyalatkannya dan aku juga menguburkannya di anah. ‘
               Shalih pernah berkata kepadaku, “bapakku sampai ke baghdad dalam keadaan terikat. Setelah berapa hari berada di yasariyah,dia ditawan di dar aktarit,lalu di dar imarah, kemudian ia dipindahkan ke penjara umum di jalan al mushiliyah. Bapakku berkata,”aku shalat bersama para napi dalam keadaan terikat. Ketika bulan ramadhan tahun 19 tiba, aku dipindahkan ke rumah ishaq bin ibrahim. “

Syarat perawi dalam al musnad imam ahmad
                 hafizh abu musa al madini berkata. “ahmad tidak pernah meriwayatkannya dalam al musnad-nya kecuali dari orang yang pasti kejujurannya,keagamaannya, dan tidak ternoda oleh amanahnya.”
                 Hafizh abu musa al madini berkata lagi. “diantara bukti bahwa apa yang dicantumkannya dalam al musnad telah dia teliti baik sanad maupun matanya (materi hadits) dan dia tidak menyebutkan kecuali apayang shahih menurutnya. ‘
                 Lalu abu musa menyebutkan beberapa hadits yang aku (ahmad muhammad syakir) telah sebutkan dalam al musnad. Kiranya kami tidak perlu memamparkannya disini.’’
                 Hafizh abu al qasim ismaiil at-taimi –semoga Allah merahmaatinya –berkata, ‘ tidak boleh dikatakan bahwa disana (dalam al musnad) ada yang cacat. Namun –boleh dikatakan bahwa- disana ada yang shahih lagi terkenal, khasan dan gharib.”
                 Syaikh islam abu al abbas bin taimiyah berkata, “orang-orang berbeda pendapat tentang apakah dalam al musnad ada hadits maudhu”?sebagian para hafizh hadits seperti abu al ala al hamdani dan lainnya mengatakan bahwa tidak ada hadits maudhu’ di dalam buku itu. Sementari sebagian ulama seperti abu al fajr binal jauzi mengatakan bahwa disana terdapat hadits maudhu’ ;
                 Abu al abbas berkata lagi,”ketike diteliti, tidak ada yang salah dari kedua pendapat ini. Lafazh maudhu’ bisa diartikan dengan sesuatu (riwayat)  yang dibuat dan diciptakan secara berdusta oleh pelakunya. Bila diartikan demikian makat tidak ada satupun hadits seperti ini di dalam  al musnad. Bahkan syarat perawi yang riwayatnya diterima juga dicantumkan dalam al musnad lebih kuat dari pada syarat abu daud dalam sunah-nya. Dalam sunah-nya, terkadang abu daud meriwayatkannya dari orang-orang yang ditolak dalam al musnad. Sementara dalam al musnad, imam ahmad tidak pernah meriwayatkan dari orang yang dikenal pernah berdusta, seperti muhammad bin sa’id al mashlub dan seumpamanya. Akan tetapi dia mau saja meriwayatkan dari orang yang dianggap lemah karena hafalannya tidak kuat. Dia tetap menulis dan memegang hadits perawi seperti ini. ‘”
                    Sedangkan jika maudhu’ dengan arti apa yang diketahui tidak ada kabarnya (maksudnya hanya disebutkan seorang perawi. Tidak ada yang menyebutkannya selain dia-penj) dan perawinya tidak sengaja berdusta namun hanya tersalah saja maka riwayat seperti ini ada di dalam al musnad.
                     Di dalam sunan abi daud dan sunan an nasa’i juga ada, bahkan di dalam shahih muslim dan shahih al bukhori pun ada beberapa lafazh pada beberapa hadits yang termasuk dalam arti maudhu’ ini. Namun imam bukhori telah menjelaskan keadaan di dalam shahihnya itu juga.”
                     (ahmad muhammad syakir berkata,”tentang hal ini telah di paparkan secara sempurna dalam al musnad al ahmad.”).
KITAB MUSNAD AHMAD
1.        Sistematika pembahasan
Imam Ahmad Bin Hanbal telah menyusun sebuah musnad, yang di dalamnya terdapat hadist-hadist yang tidak di temukan oleh orang lain. Musnad ahmad bin hambal ini terdiri dari 6 jilid yang memuat tidak kurang dari 30.000-40.000 hadist yang telah ia seleksi dari 750.000 hadist
Kitab Musnad Ahmad merupakan salah satu karya monumentalnya Imam Ahmad di bidang hadis yang masih menjadi rujukan dalam berbagai persoalan umat hingga saat ini. Kitab ini ditulis pada permulaan abad III H, sebagaimana disebutkan dalam sejarah, bahwa awal abad III H memang sudah dimulai adanya usaha untuk membersihkan hadis-hadis dan fatwa-fatwa ulama yang tidak termasuk hadis.
            Menurut sebagian ulama, derajat kitab ini berada di bawah kitab sunan. Adapun peringkat pertama ditempati oleh Sahih al-Bukhari karya Imam Bukhari, Sahih Muslim karya Imam Muslim, dan al-Muwatta’ karya Imam Malik. Musnad Ahmad termasuk kitab termashur dan terbesar yang disusun pada periode kelima perkembangan hadis (abad III H). Kitab ini melengkapi dan menghimpun kitab-kitab hadis yang ada sebelumnya dan merupakan satu kitab yang dapat memenuhi kebutuhan muslim dalam hal agama dan dunia, pada masanya. Seperti halnya ulama-ulama abad ketiga semasanya, Ahmad menyusun hadis dalam kitabnya secara musnad. Hadis-hadis yang terdapat dalam Musnad tersebut tidak semua riwayat Ahmad, sebagian merupakan tambahan dari putranya yang bernama Abdullah dan tambahan dari Abu Bakar al-Qat’i
            Para ulama berbeda pendapat dalam menilai al-musnad. Sebagai dari mereka seperti abu musa al-madini menyatakan bahwa seluruh hadits yang termuat di dalamnya adalah shahih dan dapat di jadikan hujjah. Sebagian yang lain seperti ibnu al-jauri menyatakan bahwa hadits-haditsnya ada yang shahih dan ada pula yang dha’if, dan bahkan 19 di antaranya termasuk hadits maudhu’. Al-hariz  al-‘Iraqi menambahkan 9 lagi hadits maudhu yang ada dalam kitab Musnad Ahmad Bin Hanbal sehingga berjumlah 28 hadits.
             Apapun penilaian orang lain terhadapnya, sesungguhnya Ahmad Bin Hanbal  telah berusaha dengan sangat serius agar karya-karyanya itu benar-benar baik, dengan tidak meriwayatkan kecuali hadits-hadits yang memang tsiqah. Ia sebenarnya talah berusaha untuk memilah kembali hadis-hadits yang termuat dalam al-musnad, namun sebelum tuntas ia keburu meninggal dunia.
            Sebagai Mahadditsin dan juga Imam Mujtahid, Ahmad Bin Hanbal diakui telah banyak memberikan sumbangan pemikiran yang tidak ternilai bagi kemajuan keilmuan islam sesudahnya, baik dalam hadits maupun dalam fiqih serta yang lain hal ini dapat dibuktikan selain dari berbagai karyanya di atas, juga dari pokok-pokok ijtihad-nya sebagaimana yang tertuang dalam dasar-dasar madzhabnya, di antaranya: “teks-teks yang bias di jadikan dalil dan hujjah adalah teks-teks dari al-qu’an dan hadits marfu’. Dua jenis teks ini harus didahulukan (dalam hal pengalaman) ketimbang hadits shahih ,pikiran, qiyas, pendapat para sahabat, bahkan ijma’ ulama’. “juga ada pendapatnya: “jika ada pendapat sahabat yang berbeda satu dengan yang lain maka harus di pilih mana yang lebih dekat kebenarannya dengan al-qu’an dan sunnah rasulullah
2.        Metode penyusunan musnad ahmad
Musnad Ahmad, adalah salah satu kitab hadis, yang lebih banyak mengumpulkan hadis yang ditakdirkan Allah swt. terpelihara dengan baik,  yang terbesar yang sudah terkenal dikalangan umat Islam dan sampai ketangan kita sekarang ini.
Metode penyusunan kitab Musnad Ahmad jelas berbeda dengan metode penyusunan kitab lainnya. Kalau kitab sunan dan sahih misalnya, mengurutkan pembahasannya dengan mengacu pada sistematika fikih, yaitu dimulai dari bab ibadah, pernikahan, muamalah, dan seterusnya, Musnad tidak demikian. Hadis-hadis dalam Kitab Musnad disusun berdasarkan riwayat para perawi. Artinya, seluruh hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi ditampilkan dalam satu bagian, sedangkan bagian selanjutnya memaparkan himpunan hadis yang diriwayatkan perawi lain.
            Berdasarkan versi yang terhimpun dalam Maktabah al-Syamilah, Kitab Musnad Ahmad, berisi 14 bagian, yaitu:
a.         Musnad al-‘Asyrah al-Mubasyyirin bi al-Jannah (musnad sepuluh sahabat yang mendapatkan jaminan masuk surga).
b.        Musnad as-Sahabah ba’da al-‘Asyrah (musnad sahabat yang selain sepuluh sahabat di atas).
c.         Musnad Ahli al-Bait (musnad sahabat yang tergolong Ahli Bait).
d.        Musnad Bani Hasyim (musnad sahabat yang berasal dari Bani Hasyim).
e.         Musnad al-Muksirin min as-Sahabah (musnad sahabat yang banyak meriwayatkan hadis).
f.         Baqi Musnad al-Muksirin (musnad sahabat yang juga banyak meriwayatkan hadis).
g.        Musnad al-Makkiyyin (musnad sahabat yang berasal dari Mekah).
h.        Musnad al-Madaniyyin (musnad sahabat yang berasal dari Madinah).
i.          Musnad al-Kufiyyin (musnad sahabat yang berasal dari Kufah).
j.          Musnad asy-Syamiyyin (musnad sahabat yang berasal dari Syam).
k.        Musnad al-Basriyyin (musnad sahabat yang berasal dari Bashrah).
l.          Musnad al-Ansar (musnad sahabat Ansar).
m.      Baqi Musnad al-Ansar (musnad yang juga berasal dari sahabat Ansar).
n.         Musnad al-Qabail (musnad dari berbagai kabilah atau suku).

semoga bermanfaat :) 

Komentar