BIOGRAFI
IMAM AHMAD BIN HANBALI
Imam
Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin
Hayyan Bin Abdullah bin bin Anas bin Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin
Dzulh bin Tas’labah bin Ukabah bin Sha’b bin Ali bin Bakar bin Wa’il, Imam Abu
Abdillah Asy-Syaibani. Demikin pula garis keturunan putra Abdullah.
Garis keturunan seperti inilah yang dipegang oleh Abu
Bakar Al Khatib dan lainnya.
Ibnu Abi Hatim berkata,” Shalih bi Ahmad menceritakan kepada kami, ‘ menemukan dalam
kitab bapakku garis keturunannya.’ Lalu dia menyebutkan garis keturunannya
sampai ke Mazin. Kemudian dia berkata, “ Ibnu Hudzail bin Syiban bin
Tsa’labah bin Ukabah.
Menurutku (Ahmad Muhammad Syakir), “Shalih berkata, ‘
Hudzail bin Syaiban.’seperti yang Anda
lihat adalah keliru. Al Baghawi pernah berkata, ‘Shalih bin Ahmad menceritakan kepada
kami; Dzuhl ganti Hudzail’. Begitu pula yang disebutkan oleh Ibrahim bin Ishaq
Al Ghasil dari Shalih. Ini menunjukan bahwa kesalahan berasal dari Ibnu Abi
Hatim.
Sedangkan perkataan Abbas Ad-Duri dan Abu Bakar bin Abi
Daud bahwa Imam Ahmad adalah dari keturunan Bani Dzuhl bin Syaiban, disalahkan
oleh Al Khatib. Dia berkata, “ yang benar adalah dia dari keturunan Syaiban bin
Dzuhl bin Tsa’labah.” Dia juga berkata, “ Dzuhl bin Tsa’labah adlah paman Dzuhl
bin Syaiban bin Ysa’laban. Oleh karena itu, boleh juga dikatakan: ‘Ahmad bin
Hanbal Adz-Dzuhli’. Bahkan Al Bukhari menyebut kedua nasab itu. Dia berkata, ‘
Asy-Syaiban Ad-Dzuhli’.
Ibnu Makula, sekalipun ahli dalam bidang garis-garis
keturunan, namun dia juga keliru. Dia berkata tentang garis keturunan Imam
Ahmad, “ Mazin bin Dzuhl binSyaiban bin Dzuhl bin Tsa’laban.” Untungnya tidak
ada satu orang pun yang mengikutinya.
Shalih
bin Ahmad berkata, “bapakku pernah berkata kepada ku, aku dilahirkan pada bulan
Rabi’ul awaltahun 164 H,.”
Shalih juga berkata, “ saat masih dalam kandungan,
bapakku dibawa dari Marwi. Bapaknya yang bernama Muhammad meninggal dunia di
usia muda, yakni pada usia tiga puluh tahun, maka bapakku hanya dipelihara oleh
ibunya. Bapakku berkata, ‘waktu masih kecil, ibuku mendidik kedua telingaku dan
memasang dua buah anting mutiara di kedua telingaku itu. Sesudah baligh, aku
melepaska kedua anting utiara tersebut dan kuserahkan kepada ibuku. Namun di
kembali menyerahkannya kepadaku. Akhirnya, kedua anting mutiara itu ku jual
dengan harga tiga puluh dihram’.”
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dan Ahmad bin Abu
Khaitsamah berkata, “Imam Ahmad
dilahirkan pada bulan Rabi’ul akhir.”
Hanbal berkaya, “Aku mendengar Abu Abdillah berkata,’Aku
mempelajari hadits selama tujuh puluh sembilan tahun. Suatu hari seorang
laki-laki datang menemui kami dan saat itu aku berada di majlis Husyaim. Lalu
dia berkata, ‘Hammad bin Zaid meninggal dunia’.”
Diantara
guru-guru Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal adalah Hasyaim, Sufyan bin Uyainah,
Ibrahim bin Sa’ad, Jabir bin Abdullah Hamid, Yahya All-Qaththan, Walid bin
Muslim, Ismail bin Ulaiyah, Ali bin Hasyim bin Buraid, Mu’tamir bin Sulaiman,
Ammar bin Muhammad bin Ukhti Ats-Tsauri, Yahya bin SulaimanAth-Tha’ifi,
Ghundar, Bisyr bin Mufadhdhal, Ziyad bin Ibad Al Mahlabi, Ibad bin Awwam,
Abdullah Aziz bin Abdushshamad Al ‘Ammi, Muhammad bin Ubaid Ath-Thannafisi,
Muththalib bin Ziyad, Yahya bi Abi Zaidah, Qadi Abu yusuf, Waaki’, Ibnu Numai,
Abdurrahmn bin Mahdi, Yazid bin Harun, Abdurrazaq, Asy-Syafi’i dan banyank lag.
Diantara
orang-orang yang meriwayatkan langsung dari Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal
adalah....... sedankan lainnya dengan ada perantar, namun pada riwayatnya...
dan... pun ad yang melalui perantaraan.
Diantaranya
lagi adalah kedua putra Imam Ahmad, yaitu Shalih dan Abdullah.
Diantar
orang-orang yang meriwayatkan dari Imam Ahmad bin Hanbal juga adalah
guru-gurunya, yaitu Abdurrazzaq, Hasan bin Musa Al Usyaib dan As-Syafi’i. Akan
tetapi bila menyebutkan Imam Ahmad dalam sanad, As-Syafi’i hanya menyebutkan
“orang tsiqah,” tidak menyebutkan namanya.
Diantaranya
lagi adalah teman-teman imam Ahmad, yaitu Ali bin Al Madini, Yahya bin Ma’in,
Duhaim Asy-Syami, Ahmad bin Abil Hawari, Ahmad bin Shalih Al Mishri.
Diantaranya
lagi adalah para ulama Angkatan terdahulu seperti Muhammad bin Yahya
Adz-Dzuhali, dua Abu Zur’ah, Abbas Ad-Dauri, Abu Hatim, Baqi’ bin Makhlad,
Ibrahim Al Harbi, Abu Bakar Al Atsram, Abu Bakar Al Marruzi, Harb Al Kirmani,
Musa bin Harun, Muthin dan banyak lagi, termasuk juga Abu Al Qasim Al Baghawi.
Abu
Ja’far bin Dzarih Al Akbari berkata, “ aku menemui Ahmad bin Hanbal untuk
bertanya tentang suatu masalah kepadanya. Setelah berada dihadapannya, aku
memberi salam kepadanya, seorang syaikh yang menggunakan pacar, bertubuh tinggi
dan berkulit hitam itu.”
Khathib
berkata, “Abu Abdillah dilahirkan di Baghdad dan tumbuh dewasa juga menuntut ilmu disana. Kemudian dia
merantau ke Kufah, Bashrah, Makkah, Madinah, Yaman, Syam dan jazirah.”
Ahmad
berkata, “ Husyaim wafat pada tahun 183 H dan pada tahun itu pula aku pergi
menuju Syam. Pada tahun 186 H, aku memasuki Bashrah, kemudian aku memasukinya
kembali pada tahun 190 H. Pada tahun 197 H, aku mendengar dari Ali bin Hasyim,
kemudian aku kembali lagi kepadanya namun ternyata dia telah wafat pada tahun
wafatnya Malik.”
Ahmad
juga berkata, “Kami datang ke Makkah pada tahun 187 H yang bertepatan dengan
wafatnya Fudhail, tahun 191 H dan tahun 196 H, lalu aku menetap di Makkah pada
tahun 197 H. Pada tahun 198 H, aku keluar Makkah dan menetap bersama
Abdurrazzaq pada tahun 199 H.
Aku
melakukan ibadah haji sebanyak lima kali, tiga kali di antaranya dengan jalan
kaki. Pada salah satu haji tersebut aku hanya mengeluarkan biaya sebanyak tiga
puluh dihram. Seandainya waktu itu aku memiliki lima puluh dihram, pasti aku
akan pergi menemui Jabir bin Abdul Hamid.”
Ahmad
berkata lagi, “aku melihat Ibnu Wahb di Makkah namun aku tidak sempat menulis
darinya.”
Muhammad
bin Khatim berkata. “ kakek Imam Ahmad bin Hanbal pernah menjabat sebagai
gubernur Sharakhsa dan dia termasuk salah seorang da’i. Ada cerita yang
menebutkan bahwa kakek Imam Ahmad ini pernah memukul Musayyib bin Zuhairi
Adh-Dhabbi di Bukhara, karena menghasut (memprovokasi) para tentara.”
Abbas
An-Nahwi berkata, “aku melihan Ahmad bin Hanbal sebagai seorang yang berwajah
tampan, bertubuh sedang, sering memakai pakaian kasar berwarna putih, bersorban
dan memakai saryng.”
Hanbal
berkata, “Aku mendengan Abu Abdillah berkata, ‘aku pergi untuk mendengar dari
Ibnu Al Mubarak, namun aku tidak menemukannya. Dia memang datang namun tak lama
kemudian pergi ke Staghaar. Oleh karena itu, aku tidak sempat mendengarnya atau
sekedar melihatnya.”
Arim
Abu Nu’man berkata, “Ahmad selalu menitipkan uangnya kepadaku. Dia sering
datang dan mengambi seperlunya dari uang tersebut untuk biaya hidup. Pada suatu
hari, aku berkata kepadanya, ‘ Hai Abu Abdillah, aku dengar kamu dari keturunan
Arab?’ Dia menjawab, ‘ Hai Abu Nu’man, kami adalah orang-orang miskun.’ Dia
terus menolak mengakui apa yang ku dengar sampai akhirya dia keluar dan tidak
sepatah katapun yang dia ucapkan kepadaku.”
Shalih berkata, “ bapakku bertekat untuk pergi
ke makkah dan mengikuti Yahya bin Ma’in. Bapakku berkata, ‘kami akan pergi
haji, lalu kami akan pergi ke Shan’a menemui Abdurrazzaq.
Bapakku
berkata, ‘Kamipun pergi hingga memasuki Makkah ternyata saat itu Abdurrazzaq
yang Yahya mengenalnya, sedang melakukan thawaf, kai melakukan thawaf, baru
kemudian menemuinya. Yahya memberi salam kepadanya dan berkata; ini adalah
saudaramu Ahmad bin Hanbal.
Dia
berkata, ‘semoga Allah memanjangkan umurnya. Aku telah mendngar semua
tantangannya. Semoga allah menetapkannya seperti itu.’ Kemudian dia berdiri dan
pergi
Ketika
itu Yahya berkata, ‘Kenapa kamu tidak membuat janji dengannya?’ Aku menolak dan
berkata, ‘Aku tidak pernah akan merubah niatkumuinya
Kemudian
bapakku pergi ke Yaman ( Sha’s) untuk menemui Abdurrazzaq dan mendengarkan
sejumlah kitab darinya, bahkan jumlahnya tidak terhitung banyaknya.
AL
MASH’AD AL AHMAD FI KHATMI MUSNAD AL IMAM AHMAD
(Renungan
tentang Imam Ahmad dalam Menyelesaikan Al Musnad)
Syaikh imam Alim Allamah Syamsuddin Abu Al Khair Muhammad
bin Muhammad bin Ali bin Yusuf bin Al Jazari
– semoga Allah Merahmatinya-, komentator penutup musnad imam agung, luas
pengetahuan seorang tokoh, abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal
Asy-Syaibani –semoga Allah melimpahkan rahmat dan keridhaan kepadanya- di
Masjidil Haram pada hari kamis, 11 Rabi’ul Awal 828 H berkata, “aku memuji
kepada Allah yang telah memberikan kebahagiaan dengan adanya riwayat hadist dan
memunculkannya. Aku bersaksi tidak ada tuhan melainkan Allah, hanya Dan tidak
ada sekutu bagiNya. Sebuah kesaksian
yang dengannya orang yang bersaksi akan beruntung.
Aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
Utusannya, pemimpin makhluk, kekasih Allah, pembuka segala kebaikan, penutup
para nabi, Muhammad SAW, semoga Allah memberikan shalawat kepada beliau,
keluarga dan para sahabat beliau, serta memuliakan juga mengagungkan beliau.
Ketika Allah memberikan nikmat dan membukakan jalan
terbaik kepada kita, juga memudahkan mendengarmusnad mulia mesnad al-Imam Ahmad
dan setelah aku menyelesaikan membacanya di tanah Haram, aku berfikir untuk
menulis sebuah katapenutup yang baik danmencantumkan apa yang kami
dengartentang keutamaan Al-Musnad juga keutamaan penyusunnya, selain
menyebutkan tentang sanadku kepadanya, tentang orang yang diperdegarkan riwayat
darinya dan tentang yang mendengarkannya secara langsung.
Al Musnad yang penuh berkah dan tidak ada satu pun buku
tentang hadits yang lebih tinggi darinya in disampaikan kepadaku oleh sejumlah
syaikh, baik secara dengar ( mendengar langsung darinya) maupun secara ijazah (
gurunya membacakan hadits lalu memberikan izin kepadanya untuk menyampaikan
hadits tersebut kepada orang lain), namun yang kupegang adalah apa yang ku
dengar secara langsung lagi sanadnya bersambung.
Sedangkan
Al Musnad dan tambahan-tambahan dari Abdullah bin Ahmad dan Abu Bakar Al Qathi’i diriwayatkan
kepadaku seorang syaikh yang shalih lagi mumpuni, perantauan, pengumpulan sanad
dan yang menggabungkan cucu dengan kakek ini; Imama Shalahuddin Abu Abdillah
dan Abu Umar Muhammad bin Syaikh Shalih Alim Taqiyuddin Abu Al Abbas Ahmad bin
Syaikh Izzuddin Ibrahim bin Syaikh Abdullah bin Syaikh Islam Abu Umar Muhammad
bin Ahmad bin Qudamah bin Nashr Al
Maqsidi Al Hanbali –semoga Allah merahmatinya-, baik secara baca ( aku membacadi hadapannya) maupun secara
mendengar langsung darinya di beberapa tempat. Berawal dari bulan-ula ditahun
770 H dan berakhir di tahin 777 H, di Shalihiah pusat kota Damaskus. Juga
secara ijazah jika pendengaranku tidak jelas, jika memang ada yang tidak jelas.
Aku
pernah bertanya kepadanya, “Benarkah seluruh Al Musnad dari riwayat putranya
Abdullah, tambahan putranya Abdullah dari riwayat selain bapaknya dan tambahan
Al-Qathi’i, yaitu terdapat dalam musnad kaum Anshar –semoga Allah meridhai mereka
semua diriwayatkan kepadamu oleh seorang syaikh, ima, alim, istiqah lagi
shalih, Fakhruddin Abu Al Hasan Ali bin Syaikh Syamsuddin Ahmad bin Abdullah
Wahid bin Ahmad bin Abdurrahman bin Ismail bin Mansur As- Sa’id Al Maqdisi,
yang lebih dikenal dengan Ibnu al Bukhari Al Hanbali –semoga Allah
merahmatinya- saat semua itu dibaca di hadapanny dan kamu mendengarnya?” dia
menjawab. “Benar”.
Lalu
dia berkata, “Syaikh Shalih, istiqah lagi mempunyai banya riwayat bersanad, Abu
Ali Hanbal bin Abdullah bin Farj bin Sa’adah Al Wasithi, kemudian Al Baghdadi
Ar-Rashafi Al Mukabbir secara baca dihadapannya dan aku mendengar,
memberitahukan kepada kami, tokoh syaikh, alim, terkenal shalih lagi pemuka
orang-orang yang mempunyai riwayat bersanad di Iraq; Abu Al Qasim Hibatullah
bin Muhammad bin Abdul Wahid bin Ahmad bin Abbas bin Hushain Al Azraq Al kitab
Asy-Syaibani mengabarkan kepada kami secara dengar, Syaikh ahli hadits lagi
alim; Abu Bakar Ahmad bin Ja’far bin Hamdan bin Malik bin Syabib bin Abdullah
bin –imam besar, alim, dapat dijadikan lagi hafizh, salah seorang tokoh utama
dan memiliki nama besr dikalangan ahlus sunnah-; Abu Abdillah Ahmad bin
Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Asy-Syaibani Al Baghdadi menceritakan
kepada kami, dia berkata, ‘Bapakku Syaikh Islam Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad
bin Hanbal menceritakan kepadaku’, lalu dia menyebutkan Al Musnad.’.
KEUTAMAAN
PENGUMPULAN HADITS-HADITS DALAM AL- MUSNAD (IMAM AHMAD) DAN BIOGRAFI PARA
PERAWI DALAM SANAD KAMI HINGGA SAMPAI KEPADA AHMAD BIN HANBAL
Imam Ahmad, seorang imam kaum muslimin, imam yang palig
zuhud. Syaikh islam, tokoh yang paling utama di masanya, syaikh sunnah,
mempunyai jasa bagi umat, Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal
bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin Auf bin
Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzulah bin Tsa’labah bin Ukabah bin Du’may bin
Jadilah bin Asad bin Rabi’ah bin Nizar bin Ma’id bin Adnan.
Ada beberapa orang yang keliru. Mereka menjadikannya
termasuk anak ketur unan Dzulah bin Syaiban. Padahal sebenarnya dia adalah anak
Syaiban bin Dzulah bin Tsa’labah. Dzulah bin Tsa’abah ini adalah paman Dzulah
bin Syaiban.
Garis keturunan
Ahmad ini bertemu dengan garis keturunan Rasulullah SAW pada Nizar, sebab
Rasulullah SAW adalah keturunan Mudhar, yakni Mudhar bin Nizar, sedangkan Ahmad
bin Hanba adalah keturunan Rabi’ah, yakni Rabi’ah bin Nizar, saudara Mudhar bin
Nizar.
Ibunya Ahmad adlah keturunan Syaiban juga, bernama Shfiah
binti Maimunah binti Abdul Malik Asy Syaibani, dari Bani Amir. Bapak Ahmad
tinggal bersama mereka (Bani Amir) dan menikah dengan putri ereka. Abdul Malik
(kakek bnu Ahmad) in Swadah bin Hind Asy-Syaibani termasuk salah seorang tokoh
Bani Amir. Sukunya sering dikunjungi orang-orang dari kabilah Arab dan warga
sukunya menjamu mereka.
Ahmad dilahirkan pda tanggal 20 Rabi’ul Awal 164H di
Baghdad. Saat masih dalam kandungan, dia dibawa dari Mawi ke Baghdad.
Hafizh Abu Al Khalih berkta, “Ahmad dilahirkan di Mrwi
kemudian dibawa ke Baghdad saat masih bayi.”
Bapak Ahmad yang berasla dari Bashrah adalah seorang
tentara. Dia meninggal dunia dalam usia tiga puluh tahun, saat Ahmad masih
kecil. Imam Ahmad berkata, “Aku tidak pernah melihat kakek dan bapakku.”
Ahmad tumbuh dewasa di Baghdah dan sejak kecil dia sudah
sangat antusias terhadap buku. Dia pernah mendengar (riwayat atau ilmu
pengetahuan) dari Husyaim, Ibrahim bin sa’ad, Sufyan bin Uyainah, Yahya Al-
Qaththan, Ubad bin Ubad dan ulama lain yang sezaman dengannya. Dia juga sempat
mendengar di Iraq, Hijaz, Syam dan Yaman.
Imam bukhari pernah meriwayatkan darinya dan mencantumkan
riwayat dari seseorang dari Ahmad dalam Shahih-nya, begitu juga Muslim, Abu
Daud, Abu Zur’ah, [bAbu Hatim Ar-Raziyan], Abdullah dan saudaranya Shahih kedua
putra Ahmad bin Hanbal dan sejumlah orang lainnya pernah meriwayatkan darinya. Ornag
terakhir yang meriwayatkan darinya adalah Abu Al Qasim Al Baghawi.
Pertama kali Ahmad bin Hanbal mencari riwayat hadits
adalah pada tahun 179H, saat dia berusia enambelas tahun.
Abdullah bin Ahmad berkata, “Aku mendengar Abu Zur’ah
berkata, ‘Bapakmu hafal satu juta hadits.’ Ada yang bertanya, ‘Bagaimana kamu
bisa tahu?’ Dia menjawab, ‘Aku berduiskusi dengannya, lalu aku kumpulkan
berdasarkan bab-bab.
Abu Ubadillah berkata. “Tokoh ilmu ada enpat. Yang paling
faqih dalah Ahmad.” Kembali dia berkta lagi, “ Aku tidak tahu ada yang lebih
tahu tentang islam sepertinya.”
Ibnu Al Madini berkata, “Sesungguhnya Allah menguatkan
agama ini dengan abu Bakar Ash-Shiddiq RA pada masa orang banyak yab murtad dan
dengan Ahmad bin Hanbal pada masa terjadinya ujian/fitnah.”
Yahya bin Ma’in berkata, “Demi Allah, tidak ada di bawah
langit ini yang lebih faqih daripada Ahmad bin Hanbal dan tidak ada orang
seperti Ahmad di timur maupun Barat.”
Harmalah berkata,”Aku penah mendegar Asy-Syafi’i berkata,
‘ tidak ada orang yang ku tinggalkan di Baghdad yang lebih faqih, lebih wara’
dan lebih alim dari pada Ahmad.”
Sepeti yang di kunukil dari tulisan Hafizh Adz-Dzahabi,
dia berkata’ “ kepemimpinan dalam bidang fiqih, hadits, keikhlasan dan
kewara’an ada ditangannya (Ahmad bin Hanbal), bahkan para ulama sepakat bahwa
dia adalah orang yang tsiqah, dapat dijadikan pegangan dan juma imam.”
Hafizh Adz-Dzahabi juga berkata, “dia adalah seorang alim
dari Zuhud pada masanya, periwayatan hadits yang mendunia , muti Iraq, tokoh
ahli sunnah, orang yang teguh dalam ujian dan hampir tidak ada orang yang
sepertinya. Dan juga orang yang terkemuka dalam ilmu dan amal, serta dalam
sikap berpegang teguh kepada hadits. Di samping itu dia juga memiliki akal yang
cerdas, kejujuran yang kuat, keikhlasan yang teguh, takut juga muraqabah kepada
Tuhan Yang Maha Agung lagi Maha Mengetahui, memilki kepintaran, kecerdikan,
hafalan dan pemahaman keluasan ilmunya tidak bisa digambarkan dengan kata-kata
juga tidak akan tuntas dituturkan dengan mulut ini.
Hafizh Adz-Dzahabi berkata lagi, “Dia bertubuh sedang dan
berkulit kehitaman. Ada juga yang mengatakan bahwa tubuhnya tinggi, sering
menggunakan pacar dan jenggutnya berwarna hitam. Dia sering memakai pakaian
kasar, sarung dan serban. Sikapnya tenang, berwibawa dan terpancar rasa takut
kepada Allah pada dirinya. Semoga Allah meridhoinya.”
Hafizh Adz-Dzahabi berkata lagi,”Ahmad bin Hnbal
meninggal dunia pada hari jum’at, 10 atau 11 Rabi’ul awal 241 H. Dalam usia 77 thun
10hari.”
Jenazahnya dihantar oleh manusia yang jumlahnya tak
terhingga. Sebagian orang memperkirakan bahwa jumlahnya sekitar delapan ratus
ribu orang, namun hanya Allah yang lebih mengetahui berapa jumlah sebenarnya.
Dia berkata lagi.”Apabila kalian melihat orang yang suka
berdebat tentang ketuhana maka hindarilh dia.”
Ibnu Abi Daud berkata, “Musa Abu Imran Al Ashbabani
menceritakan kepada kami, aku mendengar Ahmad bin Hanbal berkata, ‘ janganlah
kalian duduk bersama orang-orang yang suka bercerita (tentang ketuhanan),
sekalipun mereka membela sunnah’.”
Al Maimuni berkata, “Aku mendengar Ahmad bin Hanbal
berkata, ‘berbicara (tentang ketuhanan) selalu menjadi hal yang tercela bagi
ahli kebaikan’.”
( Ahmad Muhammad Syakir berkata, “larangan kalam (pembicaraan
tentang ketuhanan) dan mempelajarinya datang dari begitu banyak jalur (riwayat)
dari imam Ahmad juga lainnya.”
Sejarah
Hidup Ahmad bin Hanbal
Al Khallal berkata, “Aku berkata kepada Zuhair bin Shalih
bin Ahmad, ‘ apakah kamu pernah melihat kakekmu??’ Dia menjawab, ‘iya dia
meninggal dunia saat aku memasuki usia sepuluh tahun, setiap jum’at, aku dan
saudara-saudaraku selalu mengunjunginya. Kami hanya dipisahkan oleh sebuah
pintu.
Dia pernah memberi kami buah-buahan, masing-masing
mendapatkan dua buah. Buah-buahan iu dia dapatkan dengan menukar perak dalam
sebuah sobekan kin kepada seorang penjual sayuran aku pun mengambil dua
buah-buahan itu, begitu juga saudara-saudaraku.
Terkadang aku lewat dihadapannya saat dia duduk di bawah
terik matahari dengan punggung telanjang. Aku masih dapat melihat bekas pukulan
di punggungnya.
Aku memiliki seorang adik yang bernama Ali. Suatu hari
bapakku ingin mengkhitannya. Diapun membuat makanan dan mengundang orang-orang.
Ketika dia hendak mengkhitan adikku itu, kakekku datang dan berkata, ‘Aku
mendengar hal baru yang kamu lakukan untuk tujuan ini. Aku mendengar kamu telah
melakukan ha yang berlebihan. Mulailah dengan orang-orang fakir dan lemah. Beri
makan mereka.,
Keesokan harinya, tukang bekam (mungkin dia yang
mengkhitan) datang ke rumah kami. Tak lama kemudian, kakekku keluar dan duduk
di dekat adikku. Lalu kakekku mengeluarkan dua buah bungkusan kecil. Satu
bungkusan ia serahkan kepada tukang sunat itu, sedangkan satu bungkus lagi dia
serahkan kepada adikku. Selanjutnya dia berdiri dan masuk kedalam rumahnya.
Tukang sunat itu segera membuka bungkusan dan ternyata
terdapat uang satu dirham.
Kami pernah menanyakan tentng pakaian berwarna yang dia
hamparkan saat kecil (adik Zuhair) berada di kursi taman yang agak tinggi. Dia
menjawab bahwa hal itu tidaklah mengapa.
Suatu hari anak bibi kakekku (sepupu kakekku) datang dari
khurusan dan tinggal dirumah bapakku. Dia bergelar Abu Ahmad.
Suatu ketika aku meneui kakekku bersamanya. Tak lama
kemudian seorang budak perepan membawa talam yang berisi roti, sayur, cuka dan
garam, lalu pergi. Tak lama kemudian
budak perempuan itu kembali lagi dengan membawa mangkuk besar yang berisi
daging bakar dan ubi-ubian dan meletakkannya dihadapan kami. Selanjutnya, kami
menyantapnya begitu juga kakekku. Sambil makan, kakekku bertanya kepada Abu
Ahmad tentang keluarga mereka yang tersisa di Khurasan. Terkadang ada kata-kata
yang tidak dimengerti oleh Abu Ahmad, maka kakekku mengulanginya dengan bahasa
Persia.
Setelah itu, kakekku mengambil sebuah talam dismpingnya
dan meletakkan dihadapan kami. Ternyata talam itu berisi kurma dan potongan
buah kelapa. Kakekku lalu memakannya dan Abu Ahmad pun mengambil makanan
tersebut.”
Abdul Malik Al Maimuni berkata,” bila aku bertanya kepada
Abu Abdillah tentang sesuatu, dia selalu menjawab, ‘ Labbaika, labbaik’.”
(bentuk sahutan santun yang artinya dia akan segera menjawabnya)
Al Marrudzi berkata, “Aku tidak pernah melihat orang
fakir di disuatu majelis yang lebih dimuliakan dari pada majelis Abu Abdillah,
karena dia lebih suak kepada mereka dari pada ahli dunia. Abu Abdillah juga
selalu bersikap santun terhadap mereka dan tidak pernah menjawab dengan
tergesa-gesa. Dia adalah orang yang sangat rendah hati, tenang dan berwibawa.
Apabila dia duduk di majelis para pemuda yang waktunya
setelah ashar, dia tidak akan berbicara hingga ditanya. Apabila keluar masjid
dia tidak pernah terdahulu dan dia selalu duduk di tempat terakhir. (maksudnya,
tidak pernak melangkai pundak rang lain).
Ath-Thabrani berkata bah wa Musa bin Harun menceritakan
kepada kami, aku mendengar Ishaq bin Rawaih berkata, “Ketika pergi menemui
Abdurrazzaq, Ahmad bin Hanbal kehanisan bekal (biaya). Maka dia menjadikan
dirinya sebagai kuli, hingga sampai di Shan’a.ketiks itu, para sahabatnya
menawarkan bantuan, namun dia , menolak.”
Al Faqih Ali bin Muhammad Umar Ar-Razi berkta, “Aku
mendengar Abu Umar Ghulam Tsa’lab, aku mendengar Asy-Syafi’i berkata, ‘Di
Baghdad, aku melihat tiga keanehan. Pertama, Aku melihat orang Nabthi!. Kedua,
aku melihat orang Arab yang –keliru dalam- membaca sehngga sepertinya dia orang
Nabthi!. Ketiga, aku melihat seorang pemuda yang tumbuh uban dirambutnya.
Apabila dia mengatakan haddatsanaa maka semua orang berkata, ‘Dia benar’.
Al Mazani berkata: Aku bertanya kepada Asy-Syafi’i, ‘Apa
maksudnya?’. Dia menjawab, ‘ Yang pertama adalah Az-Za’farani dan yang kedua
adalah Abu Tsur Al Kalbi yang sering membaca keliru. Sedangkan pemuda yang
kumaksud adalah Ahmad bin Hanbal’.
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata, “aku melihat
bapakku merasa tidak nyaman dengan semut-semut yang ada dirumahnya dan dia
ingin semut-semut itu keluar dari rumahnya dalam jumlah yang sangat banyak dan
setelah iu aku tidak pernah lagi melihat seekor semutpun dirumahnya.”ini
diriwayatkan oleh ahmad bin muhammad al lubnani dari abdullah bin ahmad bin
hanbal.
Abu al farj bin al jauji berkata,
’’Saat terjadi banjir pada tahun 554 H, semua buku-buku musnah dan yang selamat
hanya satu jilib yang disana terdapat dua buah kertas tulisan imam ahmad.”
Isteri
dan Anak Ahmad bin Hanbal
Zuhair bin
Shalih bin Ahmad berkata, “Kakekku menikah dengan ibu bapakku Abbasah Fadhl
dari orang Arab Rabadh. Dari isteri ini, dia hanya mendapatkan satu orang anak,
yaitu bapakku, kemudian isterinya itu meninggal dunia.”
Al Marrudzi berkata, “Aku mendengar Abu Abdillah berkata,
‘ibu Shalih tinggal bersamaku selama tiga puluh tahun. Selama itu, kami tidak
pernah berselisih paham.”
Zuhair berkata. “Setelah Abbasah meninggal dunia, kakekku
menikah dengan seorang perempuan Arab yang bernama Raihanah. Dari isteri ini,
dia hanya mendapatkan satu orang anak yang diberi nama Abdullan.”
Abu Bakar Al Khallal berkata: Bahwa Ahmad bin Muhammad
bin Khalaf Al Baratsi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Abstar menggambarkan
kepadaku, dia berkata, “Setelah ibu Shalil meninggal dunia, A’hmad berkata
kepada seorang perempuan, ‘pergilah kamu menemui fulanah puteri pamanku dan
pinang dia untukku.’
Perempuan itu berkata. ‘Akupun menemui fulanah tersebut
dan menyampaikan hasrat hmad. Ternyata dia menerima. Ketik aku kembali kepada
Ahmad, dia bertanya, ‘Apakah saudarinya mendengar perkataanmu?’ Dian bertanya
lagi. ‘Perempuan yang memiliki mata satu. Perempuan itu menjawab, ‘iya.’ Ahmad
berkata. ‘Kalau beritu, pergilah dan pinang perempuan yang memiliki mata satu.’
Aku pun segera menemuinya dan dia pun menerima. Dialah ibu Abdillah putera
Ahmad bin Hanbal.
Setelah tujuh hari bersamanya. Ibu Abdillah berkata
kepada suaminya, ‘Bagaimana pendapatmu, hai anak pamanku? Apakah ada sesuatu
yng tidak kamu sukai?’ Ahmad menjawab, ‘Tidak ada, kecuali sandal kamu yang
berkeretak (saat dia berjalan)’.”
Apa yang disebutkan diatas adalah keliru. Ahmad menikah
dengan perempuan ini setelah meninggalnya ibu Shalih tidak benar, sebab
Abdullah dilahirkan saat Ahmad berusia lima puluh tahun kurang beberapa bulan.
Selain itu, Shalih lebih tua dari Abdullah beberapa tahun, sebab Shalih sempat
mendengar langsung dari Affan dan Abu Walid.
Abu Y’qub Al Harawibdan lannya juga menyebutkan bahwa
Shalih dilahirkan pada tahun 203H dan saat itu bapaknya berusia tiga puluh
sembilan tahun. Dengan demikian, Shalih lebih tua dua puluh tahun dari
Abdullah. Allahu a’lam.
Fitnah dan Cobaan yang
Dihadapi Ahmad bn Hanbal
Sejak dahulu kaum muslimin menganut keyakinan ulama
tentang al qur’an yakni al qur’an, kalam dan wahyu Allah itu bukan mahluk
hingga muncul Mu’tazilah dan jahmiyah pada masakekuasaan Khalifa harun ar
rasyid, kelompok yang mengatakan bahwa al qur’an adalah makhluk ini masih
tersembunyi.’’
Ahmad bin ibrahim ad-dauraqi
meriwayatkan dari muhammad bin nuh bahwa harun ar rasyid pernah berkata. “aku mendengar bahwa bisyr bin ghiyats
berkata. ‘al qur’an itu makhluk. ‘demi Allah jika menemukannya aku pasti akan
membunuhnya.”
Ad-dauraqi berkata. “pada masa pemerintahan ar rasyid, bisyr tidak berani menampakkan diri.
Setelah khalifah ini wafat , baru bisyr barani menampakkan diri dan mengajak
kepada kesesatan.”
Ahmad muhammad syakir
berkata, “al ma’mun sedikit terpengaruh
oleh perkataan ini. Dia sering mengadakan diskusi dengan mu’tazilah. Pada
awalnya khalifah ini ragu mengajak manusia untuk mengatakan bahwa al qur’an itu
bukan makhluk, Namun pada akhhirnya, tepatnya pada hari meninggalnya. Hati khalifah
ini mantap untuk melmelakukannya.”)
Shalih bin ahmad bin hanbal
berkata. “bapakku dan muhammad bin nuh dibawa dalam keadaan terikat. Kami
mengikuti merieka berdua hingga sampai di sebuah gudang. Sebelumnya di tengah
perjalanan, abu bakar al ahwal bertanya kepada bapakku. “Hai abu abdillah,jika kamu diancam akan dibunuh .
apakah kamu ingia memenuhi keinginan mereka? ‘bapakku menjawab, ‘tidak. ‘
Pada waktu tengah malam, mereka
pun kembali dibawa dan saat aku mendengar bapakku berkata. “sebelumnya kita dibawa ketempat yang luas
dan sekarang kita berangkat darinya. ‘
Pada tengah malam itu, dtang seorang laki-laki menemui
kami dan bertanya. “siapa diantara kalian yang bernama ahmad bin hanbal?’ ada
yang menjawab ,’ ini dia.
Dia lalu berkata kepada unta
yang ditungganginya untuk tenang dan berkata. ‘hai kamu. Tidaklah pantas kamu dibunuh disini, walaupun kamu pasti akan
masuk surga.’dia berkata lagi.’aku titpkan kamu kepada Allah.’setelah itu,
laki-laki itu pergi.
Bapakku berkata.’lalu aku
bertanya tentang laki-laki tersebut. Ada yang menjawab bahwa dia adalah seorang
laki-laki arab dari rabi’ah yang sering melantunkan syair di pedesaan. Namnya
jabir bin amir. Dia adlah orang yang baik.’’
Ahmd bin abil hawari berkata :
ibrahim bin abdullah menceritakan kepada kami bahwa ahmad bin hanbal berkata.’’aku
tidak pernah mendengar satu kalimatpun sejak aku tertangkap karena fitnah yang
lebih kuat dari pada kalimat seorang arab yang berbicar kepadaku di sebuah
tanah lapang.dia berkata.”hai ahmad,jika kamu terbunuh karena kebenaran kamu
mati sebagai syahid dan jika kamu hidup maka kamu maka kamu hidup sebagai orang
terpuji.’ Sungguh kata-kata itu manambahkan kekuatan hatiku’.’’
Shalih bin ahmad berkata :bapakku
berkata.’’ Kami berada di adzanah. Lalu kami berangkat darinya pada tengah
malam. Saat pintu dibuka, muncul seorang laki-laki dan masuk menemui kami. Dia lalu
berkata,”bergembiralah!laki-laki itu telah wafat.’’maksudnya adalah al ma’mun
bapakku berkata. ‘aku pernah berdoa kepada Allah agar aku tidak melihatnya. “
Muhammad bin ibarahim al
busyanji berkata: ahmad bin hanbal berkata. “aku pernah berdoa kepada Allah
agar dia tidak mengumpulkanku dengan al ma’mun dan aku juga berdoa agar tidak
pernah melihat al mutawakkil. “
Kedua doa itu dikabulkan. Ahmad
tidak sempat melihat al ma’mun, sebab dia telah wafat di badzandun, nama sebuah
sungai romawi saat ahmad masih ditawan di riqqiah, al mu’tashim diangkat mejadi
khalifah di romawi.setelah diangkat, al mu’tashim segera pulang dan memulangkan
ahmad ke baghdaa.’’
Ketika ahmad dihadirkan di istana
kekhalifahan, al muathawakil hanya duduk di depan lubang kecil. Dia dapat melihat ahmad, namun ahmad
tidak bisa melihatnya.
Shalih berkata. “ketika bapakku
dan muhammad bin nuh sampai di tharsus, keduanya dipuulangkan kembali dengan
keadan terikat.lalu ketika sampai di riqqah. Mereka berdua dibawa dengan kapal
kapal laut, sesampainya di anat. Muhammad wafat. Rantai pengikatnya pun
dilepaskan dan bapakkulah yang
menyolatkanya. “
Hanbal berkata: abu abdillah
berkata.’’aku tidak pernah melihat seseorang walaupun masih muda dan sedikit
ilmu namun lebih menegakkan perintah Allah daripada muhammad bin nuh.aku
berharap, dia meninggal dunia dalam kebaikan.
Suatu hari, muhammad bin nuh
pernah berkata kepadaku. ‘hai abu abdillah,AllahAllah,kakmu tidak sepertiku.
Kamu adalah seorang laki-laki yang dijadikan panutan. Semua makhluk datang
kepadaamu demi mendapatkan ilmu darimu.oleh karena itu, takutlah kepada Allah
dan tetaplah diatas perinta Allah.’saat dia wafat, aku menyalatkannya dan aku
juga menguburkannya di anah. ‘
Shalih pernah berkata kepadaku,
“bapakku sampai ke baghdad dalam keadaan terikat. Setelah berapa hari berada di
yasariyah,dia ditawan di dar aktarit,lalu di dar imarah, kemudian ia
dipindahkan ke penjara umum di jalan al mushiliyah. Bapakku berkata,”aku shalat
bersama para napi dalam keadaan terikat. Ketika bulan ramadhan tahun 19 tiba,
aku dipindahkan ke rumah ishaq bin ibrahim. “
Syarat perawi dalam al
musnad imam ahmad
hafizh
abu musa al madini berkata. “ahmad tidak pernah meriwayatkannya dalam al musnad-nya
kecuali dari orang yang pasti kejujurannya,keagamaannya, dan tidak ternoda oleh
amanahnya.”
Hafizh abu musa al madini
berkata lagi. “diantara bukti bahwa apa yang dicantumkannya dalam al musnad
telah dia teliti baik sanad maupun matanya (materi hadits) dan dia tidak
menyebutkan kecuali apayang shahih menurutnya. ‘
Lalu abu musa menyebutkan
beberapa hadits yang aku (ahmad muhammad syakir) telah sebutkan dalam al
musnad. Kiranya kami tidak perlu memamparkannya disini.’’
Hafizh abu al qasim ismaiil
at-taimi –semoga Allah merahmaatinya –berkata, ‘ tidak boleh dikatakan bahwa
disana (dalam al musnad) ada yang cacat. Namun –boleh dikatakan bahwa- disana
ada yang shahih lagi terkenal, khasan dan gharib.”
Syaikh islam abu al abbas bin
taimiyah berkata, “orang-orang berbeda pendapat tentang apakah dalam al musnad
ada hadits maudhu”?sebagian para hafizh hadits seperti abu al ala al hamdani
dan lainnya mengatakan bahwa tidak ada hadits maudhu’ di dalam buku itu.
Sementari sebagian ulama seperti abu al fajr binal jauzi mengatakan bahwa
disana terdapat hadits maudhu’ ;
Abu al abbas berkata
lagi,”ketike diteliti, tidak ada yang salah dari kedua pendapat ini. Lafazh
maudhu’ bisa diartikan dengan sesuatu (riwayat) yang dibuat dan diciptakan secara berdusta
oleh pelakunya. Bila diartikan demikian makat tidak ada satupun hadits seperti
ini di dalam al musnad. Bahkan syarat
perawi yang riwayatnya diterima juga dicantumkan dalam al musnad lebih kuat
dari pada syarat abu daud dalam sunah-nya. Dalam sunah-nya, terkadang abu daud
meriwayatkannya dari orang-orang yang ditolak dalam al musnad. Sementara dalam
al musnad, imam ahmad tidak pernah meriwayatkan dari orang yang dikenal pernah
berdusta, seperti muhammad bin sa’id al mashlub dan seumpamanya. Akan tetapi
dia mau saja meriwayatkan dari orang yang dianggap lemah karena hafalannya
tidak kuat. Dia tetap menulis dan memegang hadits perawi seperti ini. ‘”
Sedangkan jika maudhu’
dengan arti apa yang diketahui tidak ada kabarnya (maksudnya hanya disebutkan
seorang perawi. Tidak ada yang menyebutkannya selain dia-penj) dan perawinya
tidak sengaja berdusta namun hanya tersalah saja maka riwayat seperti ini ada
di dalam al musnad.
Di dalam sunan abi daud
dan sunan an nasa’i juga ada, bahkan di dalam shahih muslim dan shahih al
bukhori pun ada beberapa lafazh pada beberapa hadits yang termasuk dalam arti
maudhu’ ini. Namun imam bukhori telah menjelaskan keadaan di dalam shahihnya
itu juga.”
(ahmad muhammad syakir
berkata,”tentang hal ini telah di paparkan secara sempurna dalam al musnad al
ahmad.”).
KITAB
MUSNAD AHMAD
1.
Sistematika pembahasan
Imam
Ahmad Bin Hanbal telah menyusun sebuah musnad, yang di dalamnya terdapat
hadist-hadist yang tidak di temukan oleh orang lain. Musnad ahmad bin hambal
ini terdiri dari 6 jilid yang memuat tidak kurang dari 30.000-40.000 hadist
yang telah ia seleksi dari 750.000 hadist
Kitab
Musnad Ahmad merupakan salah satu karya monumentalnya Imam Ahmad di bidang
hadis yang masih menjadi rujukan dalam berbagai persoalan umat hingga saat ini.
Kitab ini ditulis pada permulaan abad III H, sebagaimana disebutkan dalam
sejarah, bahwa awal abad III H memang sudah dimulai adanya usaha untuk
membersihkan hadis-hadis dan fatwa-fatwa ulama yang tidak termasuk hadis.
Menurut sebagian ulama, derajat
kitab ini berada di bawah kitab sunan. Adapun peringkat pertama ditempati oleh
Sahih al-Bukhari karya Imam Bukhari, Sahih Muslim karya Imam Muslim, dan
al-Muwatta’ karya Imam Malik. Musnad Ahmad termasuk kitab termashur dan
terbesar yang disusun pada periode kelima perkembangan hadis (abad III H).
Kitab ini melengkapi dan menghimpun kitab-kitab hadis yang ada sebelumnya dan
merupakan satu kitab yang dapat memenuhi kebutuhan muslim dalam hal agama dan
dunia, pada masanya. Seperti halnya ulama-ulama abad ketiga semasanya, Ahmad
menyusun hadis dalam kitabnya secara musnad. Hadis-hadis yang terdapat dalam
Musnad tersebut tidak semua riwayat Ahmad, sebagian merupakan tambahan dari
putranya yang bernama Abdullah dan tambahan dari Abu Bakar al-Qat’i
Para ulama berbeda pendapat dalam
menilai al-musnad. Sebagai dari mereka seperti abu musa al-madini menyatakan
bahwa seluruh hadits yang termuat di dalamnya adalah shahih dan dapat di
jadikan hujjah. Sebagian yang lain seperti ibnu al-jauri menyatakan bahwa
hadits-haditsnya ada yang shahih dan ada pula yang dha’if, dan bahkan 19 di
antaranya termasuk hadits maudhu’. Al-hariz
al-‘Iraqi menambahkan 9 lagi hadits maudhu yang ada dalam kitab Musnad
Ahmad Bin Hanbal sehingga berjumlah 28 hadits.
Apapun penilaian orang lain
terhadapnya, sesungguhnya Ahmad Bin Hanbal
telah berusaha dengan sangat serius agar karya-karyanya itu benar-benar
baik, dengan tidak meriwayatkan kecuali hadits-hadits yang memang tsiqah. Ia
sebenarnya talah berusaha untuk memilah kembali hadis-hadits yang termuat dalam
al-musnad, namun sebelum tuntas ia keburu meninggal dunia.
Sebagai Mahadditsin dan juga Imam
Mujtahid, Ahmad Bin Hanbal diakui telah banyak memberikan sumbangan pemikiran
yang tidak ternilai bagi kemajuan keilmuan islam sesudahnya, baik dalam hadits
maupun dalam fiqih serta yang lain hal ini dapat dibuktikan selain dari
berbagai karyanya di atas, juga dari pokok-pokok ijtihad-nya sebagaimana yang
tertuang dalam dasar-dasar madzhabnya, di antaranya: “teks-teks yang bias di
jadikan dalil dan hujjah adalah teks-teks dari al-qu’an dan hadits marfu’. Dua
jenis teks ini harus didahulukan (dalam hal pengalaman) ketimbang hadits shahih
,pikiran, qiyas, pendapat para sahabat, bahkan ijma’ ulama’. “juga ada
pendapatnya: “jika ada pendapat sahabat yang berbeda satu dengan yang lain maka
harus di pilih mana yang lebih dekat kebenarannya dengan al-qu’an dan sunnah
rasulullah
2.
Metode penyusunan musnad ahmad
Musnad
Ahmad, adalah salah satu kitab hadis, yang lebih banyak mengumpulkan hadis yang
ditakdirkan Allah swt. terpelihara dengan baik,
yang terbesar yang sudah terkenal dikalangan umat Islam dan sampai
ketangan kita sekarang ini.
Metode
penyusunan kitab Musnad Ahmad jelas berbeda dengan metode penyusunan kitab
lainnya. Kalau kitab sunan dan sahih misalnya, mengurutkan pembahasannya dengan
mengacu pada sistematika fikih, yaitu dimulai dari bab ibadah, pernikahan,
muamalah, dan seterusnya, Musnad tidak demikian. Hadis-hadis dalam Kitab Musnad
disusun berdasarkan riwayat para perawi. Artinya, seluruh hadis yang
diriwayatkan oleh seorang perawi ditampilkan dalam satu bagian, sedangkan bagian
selanjutnya memaparkan himpunan hadis yang diriwayatkan perawi lain.
Berdasarkan versi yang terhimpun
dalam Maktabah al-Syamilah, Kitab Musnad Ahmad, berisi 14 bagian, yaitu:
a.
Musnad al-‘Asyrah al-Mubasyyirin bi
al-Jannah (musnad sepuluh sahabat yang mendapatkan jaminan masuk surga).
b.
Musnad as-Sahabah ba’da al-‘Asyrah
(musnad sahabat yang selain sepuluh sahabat di atas).
c.
Musnad Ahli al-Bait (musnad sahabat yang
tergolong Ahli Bait).
d.
Musnad Bani Hasyim (musnad sahabat yang
berasal dari Bani Hasyim).
e.
Musnad al-Muksirin min as-Sahabah
(musnad sahabat yang banyak meriwayatkan hadis).
f.
Baqi Musnad al-Muksirin (musnad sahabat
yang juga banyak meriwayatkan hadis).
g.
Musnad al-Makkiyyin (musnad sahabat yang
berasal dari Mekah).
h.
Musnad al-Madaniyyin (musnad sahabat
yang berasal dari Madinah).
i.
Musnad al-Kufiyyin (musnad sahabat yang
berasal dari Kufah).
j.
Musnad asy-Syamiyyin (musnad sahabat
yang berasal dari Syam).
k.
Musnad al-Basriyyin (musnad sahabat yang
berasal dari Bashrah).
l.
Musnad al-Ansar (musnad sahabat Ansar).
m. Baqi
Musnad al-Ansar (musnad yang juga berasal dari sahabat Ansar).
n.
Musnad al-Qabail (musnad dari berbagai kabilah
atau suku).
semoga bermanfaat :)
Komentar
Posting Komentar